Sabtu, 04 Juli 2009

USAHA EKSEKUTIP MEMAKMURKAN BANGSA

Penyelenggaraan Kekuasaan Eksekutif
Dalam Usaha Memakmurkan Bangsa Indonesia


1. Peran Negara Dalam Ekonomi.
Sistem pengelolaan ekonomi suatu negara sangat tergantung pada sistem perekonomian apa yang mereka gunakan, dan ini sangat menentukan peran seperti apa yang akan dimainkan oleh negara. Sistem perekonomian ini akan sangat ditentukan oleh ideologi yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Hal inilah yang membedakan peran setiap negara dalam kegiatan perekonomian yang akan tergambar pada kebijakan yang dikeluarkan dalam mengelola perekonomian.

Ada tiga sistem ekonomi yang dikenal di dunia, yaitu Sistem ekonomi Sosialis/komunis, Sistem ekonomi Kapitalis, dan Sistem ekonomi Islam.Masing-masing sistem ini mempunyai karakteristik.

Pertama, Sistem ekonomi Sosialis/komunis.Paham ini muncul sebagai akibat dari paham kapitalis yang mengekploitasi manusia, sehingga negara ikut campur cukup dalam dengan perannya yang dangat dominan. Akibatnya adalah tidak adanya kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi bagi individu-individu, melainkan semuanya untuk kepentingan bersama, sehingga tidak diakuinya kepemilikan pribadi. Negara bertanggung jawab dalam mendistribusikan sumber dan hasil produksi kepada seluruh masyarakat.

Kedua, Sistem ekonomi Kapitalis. Berbeda dengan sistem komunis, sistem ini sangat bertolak belakang dengan sistem Sosialis/Komunis, dimana negara tidak mempunyai peranan utama atau terbatas dalam perekonomian. Sistem ini sangat menganut sistem mekanisme pasar. Sistem ini mengakui adanya tangan yang tidak kelihatan yang ikut campur dalam mekanisme pasar apabila terjadi penyimpangan (invisible hand). Yang menjadi cita-cita utamanya adalah adanya pertumbuhan ekomomi, sehingga setiap individu dapat melakukan kegiatan ekonomi dengan diakuinya kepemilikan pribadi.

Ketiga, Sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis abad 18. Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi pendapatan, seperti tercantum dalam surat Al-Hasyr ayat 7

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Makah adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Dengan demikian negara mempunyai peran dalam hal pemerataan distribusi pendapatan. Selain itu negara berperan sebagai Pengawas (hisbah), yang mengawasi berjalannya sistem pasar sehingga terwujud mekanisme pasar bebas. Dalam Islam kepemilikian pribadi juga diakui, namun terhadap setiap umat Islam yang mempunyai penghasilan yang mencukupi (memenuhi hisab), sebagain dari hartanya adalah milik orang-yang tidak mampu (zakat). Dalam Islam pilar yang menjadi etika ekonomi yang tidak terdapat dalam sistem ekonomi lainnya adalah tauhid, keadilan, keseimbangan, dan kebebasan.

Pada masa Rasulullah dan para sahabat negara mempunyai kewajiaban untuk rakyat dan kewajiban negara atas rakyatnya adalah melayani dan mengurusi urusan ummat (kewajiban syara). Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusannya terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam memecahkan permasalahan perekonomian, berdasarkan fakta hakikat permasalahan ekonomi terletak pada bagaimana distribusi harta dan jasa di tengah-tengah masyarakat, sehingga titik berat pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana menciptakan suatu mekanisme distribusi ekonomi yang adil. Dalam sistem ekonomi islam Negara memberikan kebebasan dalam beraktivitas dalam perekonomian selain itu Negara mempunyai tanggung jawab untuk mengatur ekonomi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga pada akhirnya negara menjadi kuat.

Menurut Monzer Khaff, yang menjadi keteratasan negara saat ini dalam menerapkan sistem negara islam adalah kurangnya komitment terhadap syariah, dan kurangnya komitment terhadap shura (proses musyawaran untuk mufakat). Padahal menurut Ibnu Khaldun, keruntuhan dan kejayaan suatu dinasti tidak hanya tergantung pada variabelvariabel ekonomi namun tergantung dengan sejumlah faktor yang menentukan kualitas perorangan, masyarakat, pemerintahan dan Negara. Keseluruhan model ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Kekuatan penguasa (al mulk) tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi syariah
2. Syariah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan syariah
3. Penguasa tidak dapat memperoleh kekuatan kecuali dari masyarakat
4. Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan
5. Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan
6. Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan
7. Keadilan merupakan standar (al mizan) yang akan dievaluasi Allah pada um-matnya
8. Penguasa dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan

Rumusan ini menghubungkan semua variabel-variabel sosial, ekonomi dan
politik, termasuk Syariah (S), kekuasaan Politik atau waazi’ (G), masyarakat atau rijal (N), Kekayaan atau sumber daya atau Maal (W), pembangunan atau imarah (g) dan keadilan atau ‘adl (j). Selanjutnya Ibnu Khaldun mengelompokkan kekuasaan negara atas 3 jenis, yaitu:

Pertama, kekuasaan yang alamiah atau normal (tabi’i), yang membolehkan setiap orang memuaskan kepentingan pribadinya dan kesenangan hawa nafsu.

Kedua, kekuasaan politik rasional (siyasah aqliyah) yang membolehkan setiap orang untuk memenuhi kepentingan pribadi, duniawi untuk mencegah kejahatan kejahatan sesuai dengan prinsip-prinsip rasional.

Ke-tiga, kekuasaan berdasarkan moral (siyasah diniyyah atau khilafah) yang memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan akhirat sesuai dengan syariah.

Dalam suatu welfare state yang islami, negara harus mengupayakan agar setiap orang mengikuti ajaran syariah dalam urusan duniawi mereka, menjamin pemenuhan aqad dan menghormati hak milik serta menanamkan kesadaran kepada masyarakat prasyarat kualitas yang dibutuhkan untuk keharmonisan sosial dan pembangunan yang berdasarkan keadilan dan negara mestinya tidak menjalankan perannya dengan kekerasan dan penindasan. Pemerintah harus berusaha untuk mensejahterakan masyarakat dan mempercepat pertumbuhan kreativitas masyarakat dan aktivitas pembangunan. Disamping itu negara harus tetap mengawasi semua tingkah laku yang dapat membahayakan pembangunan sosial ekonomi seperti ketidakjujuran, penipuan dan ketidakadilan.

Menurut Monzer Khaff, tujuan ekonomi dalam negara Islam adalah untuk administrasi publik, amar ma’ruf nahi munkar, mempertahankan agama dan kekuasaan, garansi minimum untuk kebutuhan dasar, meningkatkan kesejahteraan dunia serta akhirat, dan mengelola aset publik. Sedangkan fungsi ekonomi yang esensial adalah untuk meningkatkan kapasitas keimanan seseorang, jaringan keamanan dalam hal ekonomi, dan memaksimalkan manfaat dari poperti publik.

Kekuatan yang utama pada welfare state Islam adalah pada pendidikan, tindakan persuasif dan lingkungan yang mendukung untuk mewujudkan cita-cita negara. Negara harus memiliki penguasa dengan karakter yang mulia sesuai dengan ilmu agama dan ilmu politik. Selain itu pemegang kedaulatan harus toleran, moderat, adil menghindari kelicikan, penipuan dan kesalahan. Pemegang kedaulatan harus memenuhi kewajiban, aqad, janji, dapat memenuhi protes masyarakat, mengindahkan keluhan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Untuk mencapai tujuan-tujuannya pemegang kekuasaan harus mengangkat orang yang sesuai dan memiliki kompetensi dibidangnya.

Dari pemikiran Monzer Khaff dapat disimpulkan hal-hal yang harus dilakukan dalam hal yang berkaitan dengan peran negara dalam perekonomian islam:

1. Memajukan sektor swasta dengan tetap memperhatikan kepentingan umum
2. Sumber daya alam dikelola secara bersama, dimana pengelola menyewa lahan kepada umum.
3. Kebijakan investasi secara langsung
4. Proyek yang dikerjakan oleh individu, tetap dapat dinikmati oleh orang banyak


2. Salah satu usaha Eksekutif untuk memakmurkan Bangsa Indonesia.

Perdagangan luar negeri baik import maupun eksport akan memperkuat nilai mata uang suatu negara karena persediaan devisa yang besar dan mencukupi akan menjaga nilai mata uangnya, dimana keseimbangan permintaan valuta asing dengan penawaran akan terjaga bilamana bank sentral mempunyai cadangan devisa yang cukup sehingga dapat melakukan operasi pasar.

Cadangan devisa yang cukup akan dapat mengendalikan atau mengontrol harga-harga dalam negeri demikian juga dengan import segala kebutuhan yang memang langka dipasaran, sehingga inflansi dapat dicegah. Sebaliknya bank sentral dapat memainkan harga valuta asing menjadi tinggi atau rendah terhadap uang lokal, guna memacu eksport negara tersebut.

Bank sentral Jepang yang mempunyai cadangan devisa cukup besar senantiasa memainkan peranannya yang aktive untuk menjaga nilai Yen menjadi rendah terhadap US Dollar satu dan lain halnya untuk memacu eksport karena nilai Yen yang rendah, biaya eksport dapat ditekan serendah mungkin.

Meningkatnya volume dan nilai import tidak selamanya buruk bagi negara yang bersangkutan bila import itu berupa import bahan baku untuk diolah dan dieksport kembali. Tentu ada nilai tambah residu dari proses import dan eksport demikian dapat menambah kuatnya ekonomi negara. Industri tekstil Indonesia yang memerlukan tenaga kerja yang begitu banyak, sebagian besar bahan bakunya dari kapas import setelah diproduksi menjadi tekstil laku dijual dipasar dunia karena mutu dan designnya yang menarik itu.

Sebaliknya pada industri demikian maka local content dari bahan-bahan produksi dapat ditingkatkan atau diharuskan untuk ditingkatkan secara berangsur-angsur, untuk itu dengan tabungan yang dapat dipupuk harus pula dibangun industri hulunya untuk menyediakan bahan bakunya.

Hasil eksport, import, jasa-jasa dan pemasukan modal secara keseluruhan disatu negara dapat disusun dan dihitung dalam suatu neraca sehingga dapat diketahui apakah neraca pembayarannya surplus yakni masih menyisakan cadangan devisa atau devisit yakni pada tahun perhitungan itu devisa yang telah dipunyai dari tahun-tahun sebelumnya harus berkurang dipakai untuk membayar transaksi import pada tahun ini.

Hal demikian di Indonesia dapat dilihat dan terlihat pada photocopy Neraca Pembayaran ( Balance of Payment ) yang diumumkan oleh Bank Indonesia dalam buku Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia terlampir bersama. Dari situ dapat terlihat bahwa neraca tersebut terdiri dari data-data sebagai berikut :

1. Bagian pertama transaksi berjalan yang terdiri dari transaksi eksport ( + ), transaksi import ( - ) dan transaksi jasa-jasa ( - ). Transaksi ini dapat dika-takan sebagai transaksi pokok yang menggambarkan usaha seluruh Bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Perbaikan ekonomi yang sesungguhnya dapat dimulai dari sini meskipun aktivitas ekonomi domistik juga sangat penting baik berupa production drive economy maupun bersama-sama dengan consumption drove economy. Sayang bahwa sejak lama In-donesia selalu mengalami defisit transaksi berjalannya padahal pada tahun-tahun tersebut belumlah terlihat secara nyata tanda-tanda adanya krisis moneter. Hal demikian menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih belum berhasil melepaskan diri dari keterpurukan ekonomi.

2. Bagian kedua adalah transaksi modal yakni perolehan modal yang dalam Neraca Pembayaran Bank Indonesia ini diperoleh dari pinjaman luar negeri ( + ). Kemudian juga diperoleh modal swasta yang kebanyakan juga berupa pinjaman dan penanaman modal langsung ( + ) dan rekening pelunasan hutang yakni angsuran pokok dan pembayarn bunga pinjaman luar negeri ( - ). Kebanyakan transaksi modal ini berakhir dengan surplus karena memang pinjaman itu dicari untuk menutup defisit transaksi berjalan maupun untuk menutup angsuran dan pembayaran bunga pinjaman.

3. Bagian terakhir adalah bagian penjumlahan dari kedua transaksi diatas, selisih perhitungan, rekening lalu lintas moneter dan memorandum tentang posisi cadangan devisa yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia termasuk didalamnya standby loan.

Hasil akhir dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tehnis dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 Indonesia masih dapat menjaga neraca pembayarannya untuk selalu surplus.